Untuk sesaat dua orang itu kelihatan tertegun. Mereka
tidak tahu apa yang harus diperbuat. Keduanya saling berpandangan, dari mata
mereka terkandung satu maksud. Membunuh pemuda itu dan melenyapkan bukti, atau
menyekap dan melepaskan sampai waktunya memungkinkan!
"Entah kami ini kurang ajar, atau memang terpaksa
bertindak kurang ajar," kata Panah Tiga Belas. "Si kedok yang kau
ceritakan tadi terpaksa kami kesampingkan, dan sekarang kami ingin tahu
asal-usul dirimu yang sebenarnya. Kalau tidak, engkau sudah bisa membayangkan
apa yang akan kami lakukan padamu." Kata orang tinggi kurus ini dengan
ramah. Justru ucapan bernada ramah seperti itulah yang membuat orang bergidik,
kalau orang bersuara dengan bengis, sedikit banyak keberanian akan tersentak,
tapi suara ramah seperti itu justru menimbulkan perasaan ngeri.
Pemuda itu menyadari bahaya yang sedang dia hadapi,
hatinya bergetar, wajahnya pias. Untung baginya kegelapan malam bisa
menyembunyikan perubahan wajahnya—karena cemas.
Dengan menenangkan hati ia berkata. "Kalau kalian
tidak percaya, aku mau bilang apa lagi? Andai kalian sanggup mengenali jurus Perguruan
Sampar Angin, kupersilahkan kalian membebaskan totokan, dan kita bertarung
sampai puas! Aku yakin, kalian pasti kalah!”
Dua orang itu saling pandang, mereka merasa serba ragu
untuk memutuskan apa yang harus dilakukan.
“Lagipula aku yakin, kalian tidak akan bertindak bodoh
dengan membunuhku begitu saja…”
“Ha, dari mana kau bisa punya pikiran lucu seperti
itu?” Bergola bertanya mencemooh.
Lambat laun pemuda ini merasa keberaniannya tumbuh.
“Karena bukan hanya aku yang banyak mengetahui rahasia kalian…”
“Rahasia?” ujar Panah Tiga Belas dengan suara heran.
“Kami punya rahasia apa?”
“Ah ya, aku lupa kalian tidak punya rahasia…” gumam
pemuda ini sambil tertawa geli.
Justru ucapan yang ringan seperti itu menyentak mereka,
pasti ada sesuatu dibalik ucapannya! Keduanya saling berpandangan. Untuk ukuran
anak muda, nyali pemuda ini sungguh besar, kalau tidak punya pegangan mana
mungkin begini berani menghadapi maut.
“Rahasia apa yang kau tahu?” Tanya Panah Sebelas dengan
ketus.
Si pemuda batuk sebentar. “Aih, apa kalian tidak bisa
melihat gelagat? Walaupun aku tidak tahu apa-apa dengan kejadian ini, aku sudah
bisa mengambil kesimpulan jelas. Rupanya perkumpulan kalian bercita-cita besar,
tapi kalian melupakan andil orang dari golongan kami yang bertindak sembunyi-sembunyi.”
“Oh, begitu…” timpal Panah Tiga Belas seperti tak
perduli. Padahal dalam hati, dia merasa kaget.
“Jika kau berkesimpulan seperti itu, apa susahnya kami
menghapus jejak? Menghilangkan keberadaanmu sebelumnya?”
Pemuda itu mendengus hina mendengar ucapan Bergola.
“Kupikir perkumpulan kalian berisi orang cerdik pandai, tak kira hanya gentong
kosong belaka. Untuk menyelidiki kalian, satu orang tidak cukup. Jangan kalian
pikir dengan membunuhku urusan jadi selesai. Memangnya jumlah mereka yang lebih
banyak juga akan kalian hilangkan keberadaannya?”
Pemuda ini seolah ingin menekankan kembali ucapan,
‘bukan cuma aku yang tahu’, dengan sendirinya dia bermaksud menggertak, bahwa:
jika dirinya dicelakai, tentu akan ada yang mencari jejaknya.
“Hm, apakah hanya mengandalkan orang golonganmu yang
bertindak secara bersembunyi-sembunyi? Rasanya belum cukup.” Ucap Bergola acuh
tak acuh.
Pemuda ini tertawa perlahan. “Kenapa tidak kau coba
saja? Dengan menghilangnya diriku, berarti informasi yang kucaripun terputus.
Tapi segala kabar berita tentang perkumpulan kalian yang sudah sampai di tangan
enam belas perguruan besar akan segera ditindak lanjuti. Yah, jika ditakdirkan
mati hari ini, kurasa kematianku tidak sia-sia."
Jaka geleng-geleng kepala melihat kecerdikan pemuda
itu, dia tahu bahwa pemuda itu mungkin hanya bicara omong kosong belaka, namun
ia berbicara seolah sudah mengetahui apa yang perlu ia utarakan.
Bergola dan si kurus saling pandang, mereka tidak marah
mendengar ucapan pemuda itu, yang membuat mereka tercekat heran ketika
mendengar bahwa pemuda itu banyak tahu tentang perkumpulan mereka. Tapi dari
mana mereka dapat menduga kalau apa yang diucapkan Danu Tirta hanya omongan
nyeplos belaka?!
Meski demikian, dua orang itu bukanlah manusia
sembarangan, mereka termasuk dalam anggota Panah berarti sebelumnya sudah
diseleksi dengan ketat oleh pihak perkumpulan mereka. Dengan mengacuhkan ucapan
pemuda itu, mereka tetap mempertahankan ketenangan diri.
"Baiklah… aku tidak akan membunuhmu, hanya saja
mungkin ada pesan yang ingin kau berikan padaku?" tanya Momok wajah Ramah
dengan suara wajar.
Jaka yang mendengar pertanyaan orang itu, geleng
kepala. "Orang ini benar-benar licin. Hm, jika kau berjumpa denganku,
jangan harap bisa berlalu tanpa kesan." Gumamnya dalam hati.
Dalam hatinya Danu Tirta bergidik ngeri, pertanyaan
orang kurus itu dapat ia pahami artinya, mereka berdua bisa saja menyiksa, atau
menyekap dirinya disuatu tempat... atau bahkan yang lebih parah lagi, mereka
akan mengutus orang yang menyaru sebagai dirinya, dan orang itu berperan
sebagai dirinya—tapi tentu saja itu mustahil! Tapi kalau begitu kejadiannya,
maka kemungkinan besar apa yang dikerjakan perkumpulan mereka bisa bocor,
karena keduanya tidak paham seluk belum dirinya.
Meski merasa ngeri, Danu Tirta tergolong jenis manusia
tahan banting, dengan tersenyum dingin, ia berkata. "Baiklah, aku akan
menitipkan pesan padamu, dan pesan ini harus kau sampaikan pada orang yang
kutujukan."
"Katakanlah," seru Bergola tak sabar.
"Lima hari berselang, kota ini akan kedatangan
seorang tokoh besar yang dikawal tiga pendekar masyur. Tiga pendekar itu
berjuluk, Kepalan Maut, Elang Emas, dan Pecut Sakti Ekor Tujuh. Mereka bertiga
merupakan pelindung keluargaku, kalian sampaikan pesan pada tiga orang itu,
bahwa aku telah tertawan ditangan kalian dan mintalah barang sebagai jaminan
bagi kebebasanku. Aku yakin kalian sudah pernah mendengar kebesaran nama tiga
pendekar itu bukan? Dan tentunya kalian akan terkejut mengetahui siapa nama
keluargaku yang sebenarnya!"
"Memangnya kenapa?" sahut Momok Wajah Ramah
dengan nada biasa, namun dalam hatinya, orang ini benar-benar terperanjat. Tiga
orang yang disebutkan Danu Tirta tadi adalah manusia-manusia pilih tanding yang
belum pernah tumbang ditangan siapapun. Konon mereka pernah menerima gemblengan
dari Dewan Penjaga Sembilan Ilmu Mustika Dunia Persilatan.
"Kau tidak takut?!" tanya pemuda ini dengan
nada heran.
"Untuk apa takut?" jengek Momok Wajah Ramah.
"Toh, aku belum tentu menyampaikan pesanmu itu.."
"Ha-ha-ha.. benar-benar manusia pengecut, penjilat
dan munafik sejati!" ejek pemuda ini sambil tertawa terbahak, ada
kegetiran terselip disana. "Aku tidak menyangka kalau didunia ini ada
manusia bermuka tebal seperti dirimu. Sama sekali tidak sangka…" kata
pemuda ini sambil menggelangkan kepalanya.
Jaka manggut-manggut mendengar makian pemuda itu,
pemuda ini memang gemas melihat ulah si tinggi kurus. Dan rasa gemasnya sudah
terlampiaskan mendengar makian Danu Tirta tadi.
Sementara Momok Wajah Ramah, hanya ganda tertawa
mendengar makian Danu Tirta.
"Pujianmu tidak dapat kuterima. Tapi memang, sudah banyak orang yang menyebutku demikian. Jadi kau tidak perlu berkecil hati karena pujianmu tidak kuterima…"
"Pujianmu tidak dapat kuterima. Tapi memang, sudah banyak orang yang menyebutku demikian. Jadi kau tidak perlu berkecil hati karena pujianmu tidak kuterima…"
"Ha-ha-ha.. hebat benar saudaraku ini!" seru
Bergola tertawa keras. "Kau tikus kecil, jika ingin berdebat dengannya,
hanya kerugian yang ada dipihakmu. Jadi lekaslah kau tentukan nasibmu sendiri.
Apakah kau ingin mati perlahan atau cepat?"
"Mati?" ujar pemuda itu dengan suara
mendengus. "Memangnya aku takut mati, yang kutakutkan justru kalianlah
yang mati!"
"Aha.. ancaman sebelum ajal ya, tidak apa-apa, aku
toh berbaik hati untuk mengeluarkan semua unek-unek dihatimu. Toh satu orang
mati, sama sekali tidak menimbulkan perubahan dunia," ujar Momok Wajah
Ramah dengan nada santai.
"Kau salah! Justru jika aku mati, maka tamat pula
riwayat kalian! Hm.. memang orang yang mau mati selalu berlagak tenang, padahal
hatinya terasa kalut!" dengus pemuda itu dengan suara datar.
"Aku menyayangkan nasib kalian hanya dalam
hitungan jam saja. Dan tugas yang dilimpahkan pemimpin kalianpun terbengkalai,
lalu posisi kalian digantikan orang lain, sungguh sayang…" Gumam pemuda
ini tetap tenang, ia sama sekali tidak menanggapi ancaman dari dua orang itu.
"Mengagumkan, sungguh aku salut dengan
ancamanmu." Puji Momok Wajah Ramah. "Aku jadi ingin tahu, apa yang
membuatmu percaya bahwa kami berdua akan segera mati?!" tanya orang kurus
itu.
Danu Tirta tertawa geli. “Aku kan hanya bilang nasib
kalian tinggal hitungan jam saja, aku tak mengatakan kapan kalian mati… ha-ha,
aku sudah menduga kalian memang pengecut, dan kini benar-benar ketakutan.”
Keduanya tak berkomentar, jika mereka memaki atau
marah-marah, kan sama saja mengiyakan tuduhan tawananya. Danu Tirta juga sadar,
tak baik mempermainkan keduanya, jika mereka gusar dan hilang akal sehat,
dirinya yang celaka, segeralah ia berkomentar lagi.
"Apa yang akan kukatakan ini, tergantung
kecerdasan dan pengalaman kalian, biarpun kujelaskan juga percuma saja."
Sahut Danu Tirta ogah-ogahan.
"Baiklah," kali ini Bergola yang bicara.
"Bicara masalah pengalaman, kau tidak usah kawatir, kami berdua ibarat
angin dibarat dan ditimur, segala sesuatu yang terjadi disana kami ketahui
dengan jelas!" kata Bergola mulai gemas.
"Kalau begitu, apakah kalian benar-benar
mengetahui seluk beluk perguruanku?" tanya Danu Tirta.
"Siapa yang tidak tahu Perguruan Sampar Angin,
tentu saja kami mengetahui dengan jelas. Bahkan bagaimana pengaturan dan
pembagian tugas, jabatan dan segala sesuatunya kami tahu." Jawab Bergola
dengan nada sombong.
Baik Danu Tirta, atau Jaka, tidak heran Bergola bisa
berkata begitu. Jika memang benar, adalah jamak jika orang awam tahu struktur
kepengurusan dan organisasi perguruan besar.
"Bagus, kalau begitu aku tidak perlu menjelaskan
panjang lebar pada kalian. Dalam perguruanku terdapat empat kelompok yang
menangani masalah diluar perguruan. Kalian tahu?" tantang pemuda ini
dengan senyuman menyindir. Bergola dan Momok Wajah Ramah saling pandang. Sambil
tersenyum, orang tinggi kurus itu berkata, "Aku mengetahuinya, tapi nama dan
tugas mereka aku tidak begitu paham.."
"Hm, yang seperti itu kau sebut mengetahui? Omong
kosong yang bagus! Angin di barat dan ditimur apanya?" jengek Danu Tirta
menyindir. "Dengar baik-baik, empat kelompok itu dinamakan Guntur,
Bayangan, Angin, dan Kilat. Mengenai tugas keempat kelompok itu aku tidak perlu
menerangkannya! Yang jelas saat aku tidak terlihat dalam dua puluh empat jam
tanpa meninggalkan tanda-tanda rahasia, maka kelompok Kilat akan melacakku
sampai dapat. Saat mereka menemukan jejakku, dapat dipastikan nasib kalian
lebih naas daripada disambir petir!" ujar Danu Tirta tanpa emosi.
Bergola dan rekannya terkesip kaget, namun terlihat
hanya sesaat. Tentunya mereka bukan terperanjat karena uraian pemuda itu, tapi
mereka teringat pada sesuatu hal yang sangat penting, yang berkaitan dengan
petir—kelompok Kilat.
Satu tahun yang lalu, di wilayah timur pernah muncul
perkumpulan misterius yang menamakan dirinya, Angin Barat. Pekerjaan
perkumpulan itu sangat terorganisir, dan tentunya tidak lepas dari masalah
pembunuhan, pemerkosaan, penculikan dan banyak perbuatan keji yang dilakukan,
bahkan perbuatan berkedok pertolongan juga ada. Tapi baru berdiri dua bulan
saja, perkumpulan Angin Barat itu hancur lebur tanpa sisa, 90% anggotanya
terbunuh.
Meski khalayak persilatan ada juga yang tahu markas
besarnya, keberadaan perkumpulan yang sesungguhnya sangat dirahasiakan, dan
gerak-gerik merekapun tak terdeteksi. Toh, markas mereka yang tersembunyi bisa
didatangi orang, dan mereka terbantai dengan bagian tubuh tiap korban yang
hangus terdapat luka seperti garis petir.
Dan
ironisnya lagi, perkumpulan itu merupakan satu kelompok dengan Bergola dan
Momok Wajah Ramah, karena masalah kehancuran itulah keduanya ‘dimutasikan’
menjadi Anggota Panah—setingkat lebih rendah! Masalah kehancuran Angin Barat
hanya perkumpulan mereka yang tahu, tidak nyana penjelasan pemuda yang mereka
anggap tikus kecil itu adalah benang merah yang sangat penting. Dengan demikian
kelompok yang pernah membantai Angin Barat ada kaitannya dengan pemuda itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar