Kusir itu tak menggunakan
alas kaki, terlihat telapak kaki yang mengenai punggung lawannya,
membengkak besar, dan mulai membiru. Melihat gejalanya, itu luka
keracunan.
Meski kesakitan, kusir itu bertindak sigap, dia menotok titik dan
nadi penting pada betis, lalu cambuknya dililitkan pada betis,
rupanya untuk menghambat laju racun.
“Kau…” dengus si kusir dengan perasaan marah.
Orang yang punggungnya tertendang, membalik badannya, dia tak
mengatakan apa-apa, hanya memandang si kusir dengan tatapan seolah
mengatakan, ‘kenapa kau pandang remeh aku?’
“Ah, tak disangka kayu yang kau sembunyikan di punggung ada
jarum beracunnya.” Ujar si kusir dengan tatapan mata nyalang.