Senin, 19 Agustus 2013

Pedang Tetesan Embun 01 - Prolog

Pedang Tetesan Embun

01 - Prolog

Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
Dan bahwa seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,
 Dan bahwa usaha itu kelak akan diperlihatkan
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,
Dan bahwa kepada Tuhanmulah kesudahan segala sesuatu,
Dan bahwa dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,
Dan bahwa Dialah yang mematikan dan menghidupkan,
Dan bahwa Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.
Dari air mani, apabila dipancarkan.
(Serat Lintang, larik-38 sampai larik-46)

Di sebuah hutan, tampak seorang kakek tua menghela nafas, dia membaca penggalan kalimat itu dengan penyakinan dan perenungan mendalam. Secarik tulisan dari kulit kambing yang ada di tangan kakek itu sudah kusam, tulisannyapun tidak sama dengan yang dikenal masyarakat pada umumnya. Membaca tulisan itu lagi, wajah tuanya terlihat damai, meski ada segurat luka menghiasi parasnya.

“Tuhanku… entah apa yang akan terjadi dengan anak keturunanku? Hanya karena kesalahan orang tua kami dulu, membuat kami terkekang… aku sangat kawatir salah seorang dari kami akan lepas kendali.” Bisiknya dengan wajah tertengadah.

Sebuah perasaan yang tidak nyaman membuat dia berulang kali menyebut nama Tuhan. “Apakah kekawatiranku benar-benar terjadi?” desisnya. Dengan perasaan tak nyaman, lelaki ini masuk kerumahnya. Sebuah gua yang dia pahat dengan tangannya sendiri selama dua puluh tahun.

—o0Ooo—

Kegelapan menaungi muka bumi sudah sejak dua jam lalu. Hujan deras mengguyur setiap jengkal tanah diseputar hutan Pegunungan Kamara. Gemuruh petir bersahutan, kilat bekerjap bagai untaian benang perak raksasa di kejauhan.

Derap langkah dari kejauhan mengusik hewan penghuni hutan untuk bersembunyi lebih jauh dari sarangnya. Derap langkah itu makin dekat. Dan terlihat seorang pemuda dengan berlari tergesa-gesa menerobos derasnya hujan, masuk lebih dalam ke hutan. Di punggungnya menggembol sesuatu yang dibungkus dengan kain hitam. Sesekali dia menoleh ke belakang, nampaknya dia sangat khawatir terhadap sesuatu.

“Aku tak boleh berhenti di sini, cepat atau lambat mereka pasti sadar kemana aku pergi.” Pikirnya dalam hati.

Dengan nafas terengah-engah pemuda ini mengeraskan semangatnya untuk terus bergerak, sebenarnya seluruh badannya sudah terasa sangat lemas, maklum saja sudah setengah harian ini dia berlari. Peringan tubuh sudah di kerahkan sampai pada puncak kemahiran, tapi toh dia masih bisa merasakan penguntit di belakangnya.

Dalam kepekatan malam, dia melihat samar-samar di depan ada remang cahaya.

“Ah, itu dia…” bisiknya merasa lega.

Remang cahaya di tengah hujan selebat itu sudah tentu bukan berasal dari api, tapi dari gumpalan kabut. Seharusnya hujan selebat itu bisa menyapu kabut hingga tuntas. Tapi di pegunungan ini ada kekecualian…
Tanpa pikir panjang, pemuda ini menerobos gumpalan kabut itu. Tubuhnya lenyap dibalik kabut.

Orang-orang yang mengejar dirinya menghentikan lari. “Berhenti!” seru yang berlari paling depan.

“Kita tidak mengejar masuk?” tanya salah satu pengejar.

“Lembah Angin, sudah cukup membunuhnya. Belum pernah ada orang masuk ke sana, bisa kembali lagi..”

Mendengar alasan itu, merekapun paham, berturut-turut tujuh orang pengejar mengundurkan diri, mereka bergegas meninggalkan tempat itu, sebab kabut sudah turun menghalang jalan.

Sementara si pemuda yang sudah memasuki gumpalan kabut, dia pun berada pada kekawatiran yang amat sangat. Apalagi saat ini dia membawa, sesosok bayi!

“Oh adik, semoga Tuhan menuntun kakakmu menemukan tempat yang baik..” keluhnya dengan perasaan cemas, dengan hati-hati, dia benahi gendongan itu. Dirasakan adiknya masih tertidur lelap meski terguncang-guncang dalam pelarian. Untung saja kain yang melindungi adiknya, membuatnya tetap hangat tak terganggu hujan deras.

Siapakah pemuda ini? Kenapa pula dia dikejar-kejar oleh sekelompok orang? Tak ada yang menyangka bahwa dia berasal dari kalangan terhormat, keluarga Dahanagni.

—ooOoo—




Related Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar